MelirikMakna Lagu Lathi, Karya Weird Genius. " Lathi dalam bahasa indonesia artinya lidah, atau ucapan/tutur kata. Sedangkan ajining artinya adalah harga diri." Beberapa waktu yang lalu media sosial ramai diperbincangkan tentang sebuah musik karya Weird Genius. Weird Genius adalah sebuah grup disjoki yang terdiri atas Eka Gustiwana, Reza

Becik Ketitik Ala Ketara, Petuah tersebut artinya; “baik terbukti, buruk kelihatan sendiri.”Arti atau makna petuah "Becik Ketitik Ala Ketara" adalah anjuran kepada siapa pun untuk tidak takut berbuat atau mengatakan kebaikan. Setiap kebaikan yang kita lakukan, sekecil dan sesederhana apa pun kebaikan itu, suatu hari nanti pasti akan terlihat manfaatnya. Dan, para pelakunya pasti akan selalu dihargai sekecil apa pun keburukan yang kita lakukan, suatu saat nanti akan terlihat juga akibatnya. Petuah ini sejalan dengan kata pepatah, “sepandai-pandainya menyimpan bangkai, baunya pasti akan tercium juga”.Pengertian lain dari petuah Jawa tersebut yaitu, semua perbuatan, entah perbuatan baik maupun buruk, akan senantiasa memperoleh balasan yang setimpal. Oleh karena itu, melalui petuah ini, kita diingatkan agar tidak menyesali kebaikan yang sudah kita lakukan kepada orang lain. Awalnya, mungkin tidak terlihat manfaatnya. Namun, suatu ketika kebaikan itu akan terasa pengaruhnya, bisa kita sendiri atau anak cucu yang merasakan nantinya. Selain itu, jangan merasa aman dengan keburukan atau kejahatan yang kita lakukan. Sekecil apa pun kejahatan yang kita lakukan pada orang lain, suatu saat pasti akan menanggung ini kalimat petuah "Becik Ketitik Ala Ketara" yen ditulis nganggo aksara Jawa;꧋ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ ꦏꦼꦠꦶꦠꦶꦏ꧀꧈ ꦲꦭ ꦏꦼꦠꦫ꧋Jika kalimat petuah "Becik Ketitik Ala Ketara" dijabarkan penulisannya dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut;ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ ==> becikꦏꦼꦠꦶꦠꦶꦏ꧀ ==> ketitikꦲꦭ ==> alaꦏꦼꦠꦫ ==> ketaraBaca jugaDemikian rangkuman "Becik Ketitik Ala Ketara, Aksara Jawa dan artinya dalam Bahasa Jawa" yang dapat kami sampaikan. Baca juga makna dan arti kata bijak Jawa menarik lainnya hanya di situs

a Ajining dhiri gumantung ana ing ati . b. Ajining raga gumantung saka wicara . c. Ajining raga gumantung saka busana . d. Ajining dhiri gumantung saka ing lathi . e. Ajining awak gumantung saka tumindak . Waosan 1 (kanggé mangsuli pitakènan nomer 6-8)
Pepatah Jawa kali ini masih seputar etika dan tata krama dalam pergaulan. Ajining dhiri dumunung ing lathi, ajining raga saka busana. Ajining dhiri dumunung ing lathi, artinya nilai pribadi terletak di bibir. Ajining raga saka busana, artinya nilai raga tercermin dari busana yang dikenakan. Baca Juga Nasihat Hidup Orang Jawa Aja Rumangsa Bisa, Nanging Bisa Rumangsa Iman Budhi Santosa dalam buku "Nasihat Hidup Orang Jawa" mengatakan, orang Jawa selalu berhati-hati dalam tutur kata. Sebab, apa yang kita katakan menjadi penilaian bagi siapapun yang mendengarkan. Jika kata-kata yang kita ucapkan baik, orang akan memberikan nilai yang baik. Sebaliknya, jika ucapan yang kita sampaikan adalah kata-kata kotor, orang cenderung menilai kita tidak baik. Baca Juga Nasihat Hidup Orang Jawa Aja Ngomong Waton, Nanging Ngomonga Nganggo Waton Apa yang kita bicarakan akan didengar, diamati dan dipercaya orang lain. Pepatah Jawa ini mengajarkan orang Jawa untuk tidak berkata kecuali hal-hal yang baik saja. Selain itu, penilaian seseorang juga bisa melalui busana yang dikenakan. Busana yang berarti pakaian bukan sekadar hiasan, tetapi juga bagaimana orang bisa menutupi auratnya. Terkini
\n \najining diri soko lathi aksara jawa
Ajiningdiri soko lathi dapat diterjemahkan secara bebas adalah harga diri seseorang ditentukan oleh tutur katanya (lathi = lidah). penilaian baik atau buruk adalah berkaitan dengan jiwa sosial kita. orang lain akan menilai kita tergantung bagaimana kita bertutur kata. jika kita sering bicara kasar, maka orang lain akan mengenal kita sebagai

– Pepatah merupakan jenis peribahasa yang berisi nasihat atau ajaran dari orang tua. Secara umum dalam prinsip kepemimpinan, “ajining rogo soko busono, ajining diri soko lathi, yakni lakon kang sejati” bisa diartikan bahwa kemampuan menempatkan diri sesuai dengan busananya situasinya dan harga diri seseorang tergantung dijelaskan bahwa seorang pemimpin yang baik tidak berusaha mengintervensi dan memasuki dunia yang bukan dunianya. Seorang pemimpin juga harus dapat menempatkan ucapan dan kepandaiannya, karena hal ini dapat mendatangkan penghargaan bagi dirinya. Sikap seperti ini dapat dikatakan sebagai sikap eksplisit lagi, bisa diartikan bahwa pepatah ajining diri soko lathi berarti harga diri bisa diartikan sifat, kelakuan seseorang bisa dilihat dari cara bicaranya. Lathi di sini diartikan sebagai lidah. Seringkali seseorang mendapat masalah besar karena lidahnya, bisa dari cara bicaranya yang ngawur atau sembrono. Tapi tidak jarang pula kita mendapat suatu kemudahan karena menjaga lidah kita sering bicara kasar atau kotor maka dengan sendirinya orang lain akan menganggap kita adalah orang yang cenderung negatif, karena ucapan tidak jauh dari isi kepalanya. Sebaliknya jika lidah kita dijaga dengan berbicara yang positif dan sopan tentu akan membuat citra kita positif juga, tapi bukan berarti hal ini, lidah atau ucapan akan sangat berpengaruh terlebih lagi saat hidup bermasyarakat, sering kali cekcok antar tetangga terjadi karena lidah yang tak bisa dijaga. Fitnah sana-sini, mengumpat tidak tentu arah atau menggosip. Kenapa bisa sampai segitu parahnya? Memang sih panjang terowongan bisa diukur, tapi kalau panjang tenggorokan siapa yang tau, terlebih lagi bagi yang pandai bersilat Juga Tari Gandrung Banyuwangi dalam Pusaran SejarahKemudian ada sesama teman berantem yang diakibatkan karena saling mengejek padahal hanya bercanda, dan banyak sekali kejadiannya, yang mula ketawa saling ejek tetapi berujung saling pukul karena merasa tersinggung. Karena lidah bisa membawa masalah yang sangat besar apabila tidak dijaga dengan diri soko lathi dalam perkembangan Jawa, lidah akan sangat menjadi tolak ukur seseorang dalam menilai orang lain. Unggah-ungguh atau sopan santun dalam berbicara agaknya adalah suatu hal wajar yang harus ditaati, baik tua maupun muda. Maka, berpikirlah sebelum berucap, kalau kaki kita kesandung mungkin sakitnya akan hilang satu atau dua hari, tapi kalau lidah kita yang “kesleo” mungkin akan lebih panjang dan fatal rogo soko busono, secara kasar penampilan itu mewakili diri kita. Semisal kita melihat gelandangan atau pengemis dengan pakaian kumalnya, apa yang pertama kali kita fikirkan? Atau lebih gampangnya, di sekolah, kantor atau di mana saja kalau kita melihat orang dengan pakaian yang tidak disetrika atau lusuh pasti hal pertama yang terlintas adalah malas “dih ngurus pakaian sendiri aja malas apalagi ngurus yang lain”.Nah, itulah contoh hal pertama yang ada di pikiran orang saat melihat pakaian yang kurang rapi. Atau gini, pernahkah kita memakai pakaian yang kurang sopan? Sejatinya pakaian yang kita kenakan turut mewakili diri kita sendiri, kalau kita berpakaian rapi, sopan, dan wangi tentu akan menciptakan sebuah energi positif bagi kita dan sekitar. Pun sebaliknya jika apa yang kita kenakan tidak rapi atau bahkan belum dicuci. “Emang sih seseorang gak bisa dinilai cuma dari cara bicara dan pakaiannya, tapi gak ada salahnya untuk tetap menjaga lidah dan kerapian kita kan?”.Sebuah inner beauty akan terpancar dari apa yang kita ucapkan dan kita kenakan. Mulailah menghargai diri kita sendiri dimulai dengan menjaga lisan dan kerapian kita. Tak perlu mewah untuk terlihat cantik dan gagah, hanya perlu rapi untuk menjadikan kita seseorang yang elegan dan tak perlu pengawal untuk menjaga kita, selagi kita masih bisa menjaga lisan Juga Obati Dahaga Ngaji Ramadan di Pesantren, Alumni Krapyak Buka Kelas “NyantriKilat”Tidak dapat kita abaikan bahwa sikap hidup orang Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang begitu menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau tersinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan. Sebab bagi orang Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono yang berarti, harga diri seseorang dari lidahnya omongannya, harga badan dari tersebut diterapkan juga bagi seorang pemimpin, yang mana pemimpin tersebut harus tetap menjaga wibawanya dengan selalu menjaga harga dirinya, berperilaku dan berkata jujur, amanah, dan adil sama ketinggalan pula dengan yang disebut busono dalam kepemimpinan, yakni pemimpin harus sesuai dengan kapasitas yang dimiliki pada diri pemimpin tersebut sesuai dengan ahli yang dimilikinya, sehingga untuk meminimalisir munculnya kata dzolim dalam kepemimpinan. Dari kedua poin di atas, pemimpin bisa dikatakan sebagai pemimpin yang profesional.

Kaligrafiaksara jawa yang ditampilkan dalam laman ini adalah karya saya sendiri bukan hasil dari karya orang lain. Amargi sastra menika minangka arta pusaka lan uga rasa rasa ing jawa. Ajining Diri Soko Lathi Ajining Rogo Soko Busono Kaskus Cara Menggambar Kaligrafi Dengan Pensil Disertai Khat Dan Contoh Peribahasa Jawa Aksara Www Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ajining diri Gumantung ana ing Lathi..Sebuah ungkapan jawa yang mungkin pernah kita dengar, namun maknanya kita kurang begitu faham. Ajining diri ana ing lathi maksudnya bahwa kepribadian diri terdapat pada lidahnya atau lisannya. Mbah - mbah kita dahulu sudah memberikan pesan atau nasehat baik yang sampai saat ini masih menjadi landasan dalam bersikap dan beragama. Lisan kita sangat penting untuk dijaga, lisan juga merupakan manifestasi kepribadian diri. Jangan sampai lisan ini tidak terjaga dan mudah mengumbar ucapan yang seringkali menyakiti hati orang lain. " Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik, atau lebih baik diam ". Hadits yang masyhur dan penting untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari - hari. Apalagi zaman sekarang, orang mudah sekali berargumen di media. Mesti harus bisa menjaga dan menahan lidah untuk berucap. Menahan diri untuk tidak mudah mengumbar lisanMedia sosial menjadi aktifitas utama seseorang dalam berkomunikasi dengan orang, baik itu saudara, rekan kerja, teman dan sebagainya. Lisan kita terwakili oleh ketikan jari tangan dalam memberikan komentar atau argumen. Seringkali perselisihan dan kesalahpahaman muncul dalam berkomunikasi di media sosial. Hal itu salah satu penyebabnya adalah tidak bisa menahan diri untuk lah dialog penting, diskusi dan berselisih paham, namun ketika hal tersebut dikhawatirkan akan timbul gejolak dan terjadi debat kusir, maka solusinya adalah menghentikan dialog dan menahan diri untuk tidak mudah berkomentar panjang yang akan menambah perselisihan panjang. Media whatsapp, salah satunya menjadi pilihan komunikasi para komunitas dari alumni sekolah, rekan kerja sampai komunitas tertentu yang didalamnya anggota dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Di situ perlu kedewasaan berpikir dan berkomentar, bagaimana kita menahan jari kita untuk tidak melempar postingan yang mengarah kepada sebelum Sharing 1 2 Lihat Bahasa Selengkapnya
dalampepatah jawa dikenal "Ajining diri soko lathi" yang artinya sebagai manusia yang beradab, kita harus menggunakan bahasa dengan baik dan sopan, karena ucapan kita mencerminkan A. kekayaan B.

Bagi masyarakat jawa banyak sekali kebiasaan yang diajarkan oleh nenek moyang. Kebiasaan tersebut berkembang menjadi tradisi. Tradisi berkembang menjadi identitas dan kebudayaan. Tradisi tersebut diperlakukan secara turun – temurun dari generasi ke generasi. Ada yang masih bertahan hingga kini. Banyak pula yang sudah hilang digilas perkembangan jaman. Sebagai salah satu generasi penerus yang terlahir di lingkungan keluarga Jawa. Kami pun di didik dan diberikan pengetahuan budaya leluhur kami sedari kecil oleh orangtua. Dengan tujuan agar kami,”nguri-nguri”, atau ikut melestarikan budaya asal muasal kami. Diantara banyak sekali ajaran yang dicontohkan oleh orangtua, salah satunya adalah yang berkenaan dengan membangun kepribadian. Ya budaya jawa memang merambah segala aspek. Yang paling fundamental dan sarat makna diawali bagaimana mengenali diri kita sendiri. Salah satu ajaran tentang kepribadian mungkin tidak asing lagi dan masih dikenal hingga sekarang. Ajaran tersebut terkandung pada pepatah jawa,”Ajining dhiri saka lathi, Ajining raga saka busana.” Yang artinya harga diri manusia terletak pada mulutnya atau kata-katanya. Harga diri manusia juga tercermin dari penampilan atau pakaian yang dikenakannya. Ada banyak salah paham menangkap arti dari pepatah ini. Yang terkesan seolah mengajarkan kita untuk bersikap sombong dan hanya mengutamakan penampilan fisik. Tentu saja pengertiannya tidak sesempit itu. Bila ditelaah lebih jauh pepatah tersebut mengajarkan kejujuran. Tidak semua orang mampu berkata atau berbuat jujur. Tidak semua orang memiliki hati nurani yang murni untuk berjalan pada arah kebenaran. Hanya mereka yang memiliki kualitas diri yang luar biasa, takut pada Tuhan yang mampu melakukannya. Selain daripada kejujuran. Sebagai manusia yang dianugerahi banyak kelebihan. Juga kesempurnaan dibanding ciptaan Tuhan yang lain. Kita diharapkan mampu menjaga dan menghargai apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Cara menjaganya adalah dengan merawat sebaik mungkin apa yang melekat pada diri kita dengan hal-hal yang positif dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik hari demi hari. Jadi pengertiannya tidak terbatas bahwa kita harus mementingkan penampilan fisik atau luarnya saja. Pakaian dan aksesorisnya memang dianjurkan, untuk memberi nilai tambah yang baik. Namun bukan terletak pada kemewahannya. Tetapi utamanya pada bagaimana kita mampu menjaga kebersihan, kerapian dan keserasian diri kita. Intinya, kepribadian diri yang harus dijaga dan terus diperbaiki adalah yang berasal dari dalam. Yang meliputi pikiran, hati, dan potensi yang kita miliki. Lalu selanjutnya memperbaiki penampilan fisik semampu kita. Karena harga diri yang sebenarnya tercermin dari kualitas pikiran, kata-kata dan perbuatan. Sejauh mana kita memberi dampak positif juga manfaat yang positif untuk lingkungan sekitar kita. 30DWC Batch32 Day17 2orosquad Post navigation

Lathi” adalah bahasa Jawa halus, jarang dipakai dalam percakapan sehari-hari. Kata “lathi” ini diambil dari pepatah Jawa “Ajining diri gumantung soko ing lathi, ajining rogo gumantung soko ing busono” (berharganya diri seseorang bergantung pada lidah (ucapannya), berharganya rogo (badan) seseorang bergantung kepada busana (pakaian
W. Koko18 Februari 2022 0841Jawaban terverifikasiHalo, Huda, terimakasih sudah bertanya di Roboguru. Kakak bantu jawab ya. Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah C. Kepribadian. Berikut ini penjelasannya “Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono". Artinya, harga diri seseorang dari lidahnya omongannya, dan harga diri badan dari pakaian. Dengan demikian, jawaban yang tepat seperti paparan di atas. Semoga membantu.
Sebagaimanapepatah Jawa, ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana. Untuk dihargai orang lain, tergantung dari apa yang kita bicarakan dan busana yang kita kenakan. Dengan berbusana Jawa, kita turut serta memajukan obyek-obyek pemajuan kebudayaan,” ujar Ries yang juga berprofesi di bidang arsitektur Jawa itu.
BANTUL – Islam mengajarkan umat muslim untuk senantiasa menjaga lisan. Alquran dalam Surat Al Baqarah ayat 263 menyatakan, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf adalah lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima.” Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad berpesan “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berbicara yang baik atau kalau tidak bisa hendaknya dia diam.” “Kalau dalam ungkapan Jawa itu, kita ini bisa menjadi orang yang dihormati dari tutur kata kita. Ajining rogo ing busono, ajining diri ing lathi,” tutur Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Sabtu 5/6. Falsafah Jawa “Ajining Diri Soko Lathi Ajining Rogo Soko Busono” yang dikutip Mu’ti dalam forum Silaturahim Syawalan Keluarga Besar Muhammadiyah Kabupaten Bantul itu adalah pesan bahwa setiap manusia wajib menjaga tutur katanya kepada manusia lain. “Kita dihargai secara fisik dari busana kita, tapi kepribadian kita, diri kita dihargai itu dari kemampuan ktia bertutur kata. Dan itulah kunci bagaimana kita bisa bersilaturahim,” terang Mu’ti. Pesan-pesan Alquran, hadis Nabi dan hikmah kebudayaan setempat itu menurut Mu’ti patut dipegang oleh warga Muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari. Utamanya, untuk menjaga persaudaraan agar tidak renggang karena kesalahan dalam bertutur kata. “Bagaimana agar kita bisa terus saling bersilaturahim hendaknya kita bertutur kata yang mulia. Jangan menyakiti orang lain, jangan ngatoni meledek orang lain,” pesannya sambil mengutip sebuah mahfuzat atau pepatah Arab. “Salamatul insan fi hifzil lisan. Keselamatan seseorang itu tegantung dari bagaimana dia menjaga lisannya,” tutup Mu’ti. Hits 3481 yLIti.
  • 79h7t57rw8.pages.dev/49
  • 79h7t57rw8.pages.dev/302
  • 79h7t57rw8.pages.dev/228
  • 79h7t57rw8.pages.dev/58
  • 79h7t57rw8.pages.dev/163
  • 79h7t57rw8.pages.dev/27
  • 79h7t57rw8.pages.dev/296
  • 79h7t57rw8.pages.dev/82
  • 79h7t57rw8.pages.dev/167
  • ajining diri soko lathi aksara jawa